Dalam suatu proses determinasi Mengalahkan ego tanpa mempedulikan ego lawan; menjadi konsep individualisme tanpa hati. Berulang kali aku diminta mengaplikasikan akal dibanding perasaan, tapi dia tidak tahu resikonya. Pada analisaku, dia akan mati berdiri jika sudah menemukanku pada logika. Dalam asumsinya yang selalu berdiri pada anggapan tersendiri, aku hanya mampu tersenyum. Keberanian yang hanya aku seorang yang tahu. Dalam perhitunganku, dia tidak sadar dengan pertimbangannya. Ini tidak akan mudah bagiku, tapi kelak jika demikian, jangan pernah berharap untuk melihat wajahku lagi. 22 June, 2015 Permata Hijau, South Jakarta - Indonesia
Tanpa Selisih “Dunia mungkin sudah tidak waras. Dunia sudah tidak menjawab pertanyaan. Tapi dunia menerima pernyataan” Ini bukan macan tidur terbangun, ini pun bukan membongkar harta karun. Adalah langkah dan ketukan sepatunya yang berperan besar. Apakah ia mencari jawabannya? ya, bahkan bertahun-tahun lamanya. Apakah ia menemukan jawabannya? mungkin, sebagian besar tidak. Aneh. Aku menganalisa objek ini bertahun-tahun. (menyelam) (kembali menari) (berputar seperti gangsing) (tanpa henti) (berpegangan dalam getaran) Jawabannya? temukan saja sendiri. Langkah yang pasti, lewat suara-suara non-fiksi mereka. Bertanya, bertanya, memutuskan. Hasilnya, satu saja, angka sebelas tanpa selisih. Tanpa selisih ketika aku ingin kurangi ke angka enam. Bagaimana bisa? yang jelas tidak bisa diambil selisihnya! sudah itu saja jawabannya! Aneh. Aku telah menganalisa objek ini bertahun-tahun lamanya. Semudah ia yang menaiki anak tangga dengan wajah sedingin suhu minus. Secepat ia mendonasikan darahnya ke dalam kantong-kantong kosong. Semudah ia bergulat dengan pemikiran dan diskusinya sendiri. Secepat ia terjun bebas bersama angan dan fakta yang tak jauh berbeda. Aneh. Aku telah menganalisa selisih objek ini dengan baik. Tapi dunia tidak memberi jawabannya. Dan dunia menerima pernyataan tanpa selisih ini. 23 November, 2015 Menteng, Central Jakarta - Indonesia
Wajah yang tenggelam begitu saja Ini bukan masalah kenangan, ini bukan lagi masalah apa yang sejarah emban. Tidak perlu ada yang dipelajari dari sejarah. Wajahku tenggelam. Belum terlihat lagi di hadapannya. Dan hanya kepalsuan yang bisa membawaku padanya. 23 November, 2015 Jakarta - Indonesia
Dan Ternyata Dan ternyata, ada jutaan kehidupan dibalik ribuan kehidupan lain Bukan tentang siapa yang lebih baik Bukan tentang mana yang lebih benar Dan ternyata, ada jutaan nyawa dibalik tempat kehidupan yang tak layak bagi banyak orang Bukan masalah kenapa Bukan masalah bagaimana bisa Mereka hanyalah mereka Dan kita hanyalah kita Bukan mengenai siapa yang lebih beradab 18 January, 2016 Mahakam river, East Kalimantan - Indonesia On the boat, long journey to reach regent of Mahakam Ulu
Asing Ini hanya gelap dalam kecepatan, di sebuah tempat yang dahulu tak asing. Aku yang memindahkannya dalam kategori asing, sudah sejak lama! dan semua harus paham. Dengan alasan pengasingan, maka ia terasingkan, tanpa toleransi dan tanpa luapan hati berlebih. Asing dan terlupakan. Terasingkan di tanah Borneo. Aku menginjak tanah Borneo tanpa rencana berlebih. Hanya aku dan tujuan. Bukan aku dan yang terasingkan. Tetaplah pada kategori itu. 21 January, 2016 Woods inside East Kalimantan - Indonesia
Angka enam adalah angka sebelas tanpa selisih Aku mengajaknya kembali bermain perhitungan, menggunakan kalkulasi. Berdoa semoga ia masih waras. Angka sebelas tidak pernah masuk dalam deret angkanya. Angka enam pernah jadi angka maksimal. Angka enam begitu polos menyapanya dari ribuan mil; sebuah lokasi yang tidak terdeteksi. Apakah mereka berbicara melalui bintang? Itu gila. Tidak rasional. Rasionalitas sendiri adalah topik dari kemunculan angka sebelas. Sebelas dikurang enam adalah lima. Namun aku tidak lagi menghadirkan angka lima. Ini hanyalah pembahasan angka enam dan sebelas yang tanpa selisih. Yang selisihnya telah jauh dibuang. Kenapa? karena mereka gila. Selisih yang seharusnya menjadi tongkat perdebatan, selisih yang semestinya menjadi batasan alam semesta menjawab gravitasinya. Mereka benar telah gila. Mereka mengabaikan norma. Dunia berubah, dunia tidak lagi menjawab pertanyaan. Tapi dunia menerima pernyataan. ********************************************* Ini bukan tentang ruang geraknya, ini bukan tentang bentuk fisiknya. Dan ini bukan mengungkit seribu pondasi bangunan mereka. Ini tidak lagi soal perkiraan cuaca karena pemanasan global sudah sering berbohong tentangnya. Kami mulai melupakan musim panas yang telah beralih ke musim hujan. Akankah musim panas itu datang kembali? Bahkan ia pun bertanya kembali padaku, akankah? Satu minggu sebelum berakhirnya musim panas, bisikan atmosfir mengusik imannya untuk tetap menantikan hujan. Durhaka! Hujan terus menerus. Air yang tak henti. Air yang mengalir jauhnya. Durhaka! Namun tempatnya bukan neraka jahanam, tempatnya hanyalah di pusaran air, ditemani hawa panas. Di sana lah, di sana tempat ruang geraknya dibatasi. Bukan karena keinginannya. 28 July, 2016 Pantai Indah Kapuk, North Jakarta – Indonesia